Sabtu, 01 April 2017

BELAJAR DEWASA ALA ADOLESCENT LABIEL


Reportase

Bangsereh - Sudah menjadi mafhum, manusia tercipta sebagai makhluk sosial, yaitu antara manusia yang satu dengan manusia yang lain saling membutuhkan, baik kapasitasnya sebagai pribadi personal maupun individu sebagai bagian dari anggota masyarakat secara umum. Sifat saling membutuhkan kepada orang lain inilah yang memunculkan keinginan beberapa peserta didik SMP Negeri 2 Sepulu untuk membentuk sebuah kelompok khusus yang mewadahi mereka atas dasar kesamaan visi dan misi, perasaan, hingga kesamaan kebiasaan.
SMP Negeri 2 Sepulu yang berlokasi di daerah lembah pedesaan, tepatrnya di Desa Bangsereh Kec. Sepulu ini memiliki peserta didik yang cenderung heterogen (bermacam-macam, campuran) dari aspek karakter sosialnya. Di sekolah ini ada beberapa peserta didik yang membentuk kelompok belajar atas dasar inisiatif mereka sendiri. Ada Labiel, Pilow, Analur, Glient, Marvell, dan lain-lain.
Kelompok Labiel misalnya -yang anggotanya adalah kaum hawa semua- terbentuk sekitar akhir tahun pelajaran 2015 semester dua  ini awalnya terinspirasi dan termotivasi oleh kakak kelas mereka yang yang lebih dulu membentuk kelompok Olivia Pilon. “Tanpa pengurus, tanpa ketua, anak-anak labiel posisi statusnya sama, yaitu sama-sama anggota” ujar Komariyah, salah satu penggagas Labiel.
Disinggung visi dan misi, Kata Kokom, -panggilan akrab Komariyah-, Labiel lebih menekankan pada solidaritas persahabatan hingga tua tetap terjalin kuat. Sedangkan misinya, agar jalinan solidaritas tersebut terjaga antar individu dengan beberapa cara, misalnya saling terbuka dan bersedia saat dibutuhkan sebagai teman curhat oleh anggota yang lain. “Labiel dari namanya saja dapat diartikan sebagai sifat Lo’ Jhek-Jhek (Madura. -Red.), jadi seumuran kami disini, kelabilan sering kita alami.” kata Qolimatul Sa’diyah. “Oleh karena itu jika menemukan suatu permasalahan hidup, baik pribadi maupun menyangkut orang lain, kami terbiasa sharing bersama untuk menemukan solusi” tambah Eks. Ketua PIK-R ini dengan gamblang.
Dari visi misi yang sederhana ini, cara mereka bersosialisasi dan berinteraksi mengalir dengan sederhana dan begitu saja, tanpa ada dikte dan tekanan dari pihak sekolah atau guru, yang penting tidak mengganggu proses pembelajaran di sekolah.
Kelompok Adolescent Labiel
Perihal keanggotaan, kelompok ini terdiri dari mayoritas kaum perempuan, yang notabene pada diri masing-masing mareka memiliki karakter rasa yang bermacam-macam pula, namun tetap disatukan oleh predikat yang sama dibelakang nama group Facebook mereka; Adolescent Labiel.
Pilihan nomenklatur kelompok jatuh pada pilihan “Adolescent Labiel” menurut Komariyah bukanlah tanpa alasan. Definisi adolescent sendiri adalah “remaja yang ramah”, dan prediket ini muncul belakangan yang sebelumnya mereka hanya menggunakan kata Labiel saja. “Di kelompok kami kreatifitas adalah hal yang selalu kami tunjukkan, ketika kami melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh orang lain, dan kemudian jika orang lain mengikutinya itu menjadi kebanggan tersendiri bagi kelompok kami, dan kami tidak marah terhadap mereka yang menjiplaknya” imbuh perempuan yang berprinsip “pantang berpacaran” ini dengan lugas.
Namun perempuan -yang katanya- masih bersikukuh dengan kesendiriannya ini kelihatan bingung juga ketika disinggung tentang usaha apa saja yang telah dilakukan dalam rangka pengembangan diri yang sekiranya bermanfaat bagi pribadi lebih-lebih bagi diluar diri mereka, misalnya di masyarakat secara umum. Karena semisal kelompok Analur, pernah kerja bakti bersih-bersih di lingkungan sekolah atas dasar inisiatif mereka sendiri.
Dari sisi karakter individu, kelompok Adolescent Labiel ini bermacam-macam. Meskipun subjektif atas dasar penilaian teman-temannya yang lain, namun cukup menggambarkan bahwa kelompok ini bak warna pelangi, disana sini banyak kekurangan, di sana sini pula saling melengkapi antar teman. Misalnya ketika di tanya tentang sosok seorang Nor Komariyah, teman-teman yang lain kompak menjawab “Dia itu tipe orang santai tanpa masalah, pendiam di kelas” serentak mereka menjawab.
Lha bagaimana dengan si Qorrotul Uyun?, kata beberapa temannya, perempuan yang satu ini berbanding terbalik dengan Nor Qomariyah, si Uyun –panggilab akrab Qorrotul Uyun- ini adalah tipe investigator, penyidik, dan “pengorek” permasalahan dan kegalauan teman-teman yang lain untuk dicarikan solusinya bersama-sama, atau bahkan sebaliknya, semakin memperunyam keadaan.
Beralih ke anggota yang lain, ketika ditanya tentang karakter Siti Jamilah, Rita menjawab dengan malu-malu berkomentar tentang Siti Jamilah yang lucu yang sesekali mampu mencairkan suasana. Namun sebaliknya ketika di tanya tentang Siapa Rita, Siti Jamilah menjawab sambil melirik dia dengan mengatakan “tidak tahu”, tapi dari lirikannya sepertinya ada kata-kata yang tak terbahasakan dan tak mampu diungkapkan oleh Siti Jamilah dalam mendeskripsikan sosok Rita.
Kelompok Adolescent Labiel
Selain Rita dan Jamilah, juga ada Hikmatul Jannah, Komariyah, dan Qolimah yang dikenal oleh teman-temannya yang lain sebagai orang yang “dituakan”. Ada juga pribadi yang penuh rahasia semisal Uswatun Hasanah yang tipe anaknya tertutup, dan itu lumrah karena memang haknya, curhat kepada orang lain atau lebih memilih diam dan menyimpannya sendiri jika diterpa masalah. Sedangkan untuk Rohmatul M, dengan tipe dan gaya “banyak bicara”-nya, suasana hening kadang berubah menjadi kepala temannya yang lain pening, karakternya berbanding terbalik dengan Sri Agustini yang full silent tapi murah senyum. Ketika ditanya tentang manfaat yang didapat setelah bergabung dengan kelompok ini, Tinin –panggilan akrabnya- bilang merasa senang dan bahagia.
Ketika ditanya tentang eksistensi Labiel kaitannya dengan organisasi yang berada di bawah naungan sekolah (Pramuka, OSIS, dan PIK-R), apakah kelompok Labiel lahir karena “kekecewaan dan ketidakpuasan” mereka terhadap organisasi di sekolah?. Mantan ketua PIK-R, Qolimatul Sa’diyah dengan tegas menjawab bahwa Labiel lahir bukan karena suatu ketidakpuasan apalagi kekecewaan. “Labiel murni lahir atas inisiatif kami sendiri, atas dasar kesamaan visi misi, bahkan Labiel bisa dikatakan merupakan wadah untuk melanjutkan tradisi kami yang pernah dilakukan di Organisasi sekolah, yaitu tradisi kekompakan, gotong royong, dan kebersamaan saat masih di OSIS maupun PIK-R”. Imbuh Aisyah yang notabene juga Eks. Pengurus PIK-R.
Sebagai penutup, ketika diajukan pertanyaan tentang perayaan ulang tahun (Ultah) salah satu temannya (Husnul Khotimah) tempo hari yang tidak dirayakan ala anak-anak muda pada umumnya, kelompok ini sepertinya tidak begitu mengkultuskan yang namanya tradisi perayaan ultah, apalagi dengan ritual menyiramkan air, telur, tepung, dan lain sebagainya, karena menurut Aisyah, perayaan ulang tahun menunjukkan semakin berkurangnya umur sesorang. “Berarti semakin tualah kita dan semakin dekatlah kita dengan yang namanya kematian” imbuhnya. (awr).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar