Reportase
Bangsereh - Sudah menjadi
mafhum, manusia tercipta sebagai makhluk sosial, yaitu antara manusia yang satu
dengan manusia yang lain saling membutuhkan, baik kapasitasnya sebagai pribadi personal
maupun individu sebagai bagian dari anggota masyarakat secara umum. Sifat
saling membutuhkan kepada orang lain inilah yang memunculkan keinginan beberapa
peserta didik SMP Negeri 2 Sepulu untuk membentuk sebuah kelompok khusus yang
mewadahi mereka atas dasar kesamaan visi dan misi, perasaan, hingga kesamaan
kebiasaan.
SMP Negeri 2 Sepulu
yang berlokasi di daerah lembah pedesaan, tepatrnya di Desa Bangsereh Kec.
Sepulu ini memiliki peserta didik yang cenderung heterogen (bermacam-macam,
campuran) dari aspek karakter sosialnya. Di sekolah ini ada beberapa peserta
didik yang membentuk kelompok belajar atas dasar inisiatif mereka sendiri. Ada
Labiel, Pilow, Analur, Glient, Marvell, dan lain-lain.
Kelompok Labiel
misalnya -yang anggotanya adalah kaum hawa semua- terbentuk sekitar akhir tahun
pelajaran 2015 semester dua ini awalnya terinspirasi
dan termotivasi oleh kakak kelas mereka yang yang lebih dulu membentuk kelompok
Olivia Pilon. “Tanpa pengurus, tanpa ketua, anak-anak labiel posisi statusnya
sama, yaitu sama-sama anggota” ujar Komariyah, salah satu penggagas Labiel.
Disinggung visi dan
misi, Kata Kokom, -panggilan akrab Komariyah-, Labiel lebih menekankan pada
solidaritas persahabatan hingga tua tetap terjalin kuat. Sedangkan misinya,
agar jalinan solidaritas tersebut terjaga antar individu dengan beberapa cara,
misalnya saling terbuka dan bersedia saat dibutuhkan sebagai teman curhat oleh
anggota yang lain. “Labiel dari namanya saja dapat diartikan sebagai sifat Lo’
Jhek-Jhek (Madura. -Red.), jadi seumuran kami disini, kelabilan
sering kita alami.” kata Qolimatul Sa’diyah. “Oleh karena itu jika menemukan
suatu permasalahan hidup, baik pribadi maupun menyangkut orang lain, kami
terbiasa sharing bersama untuk menemukan solusi” tambah Eks. Ketua PIK-R
ini dengan gamblang.
Dari visi misi yang sederhana
ini, cara mereka bersosialisasi dan berinteraksi mengalir dengan sederhana dan begitu
saja, tanpa ada dikte dan tekanan dari pihak sekolah atau guru, yang penting
tidak mengganggu proses pembelajaran di sekolah.
Kelompok Adolescent Labiel |
Perihal keanggotaan, kelompok
ini terdiri dari mayoritas kaum perempuan, yang notabene pada diri
masing-masing mareka memiliki karakter rasa yang bermacam-macam pula, namun
tetap disatukan oleh predikat yang sama dibelakang nama group Facebook mereka;
Adolescent Labiel.
Pilihan nomenklatur
kelompok jatuh pada pilihan “Adolescent Labiel” menurut Komariyah bukanlah
tanpa alasan. Definisi adolescent sendiri adalah “remaja yang ramah”,
dan prediket ini muncul belakangan yang sebelumnya mereka hanya menggunakan
kata Labiel saja. “Di kelompok kami kreatifitas adalah hal yang selalu kami
tunjukkan, ketika kami melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh orang
lain, dan kemudian jika orang lain mengikutinya itu menjadi kebanggan
tersendiri bagi kelompok kami, dan kami tidak marah terhadap mereka yang
menjiplaknya” imbuh perempuan yang berprinsip “pantang berpacaran” ini dengan
lugas.
Namun perempuan -yang
katanya- masih bersikukuh dengan kesendiriannya ini kelihatan bingung juga
ketika disinggung tentang usaha apa saja yang telah dilakukan dalam rangka
pengembangan diri yang sekiranya bermanfaat bagi pribadi lebih-lebih bagi
diluar diri mereka, misalnya di masyarakat secara umum. Karena semisal kelompok
Analur, pernah kerja bakti bersih-bersih di lingkungan sekolah atas dasar
inisiatif mereka sendiri.
Dari sisi karakter
individu, kelompok Adolescent Labiel ini bermacam-macam. Meskipun subjektif
atas dasar penilaian teman-temannya yang lain, namun cukup menggambarkan bahwa
kelompok ini bak warna pelangi, disana sini banyak kekurangan, di sana sini
pula saling melengkapi antar teman. Misalnya ketika di tanya tentang sosok
seorang Nor Komariyah, teman-teman yang lain kompak menjawab “Dia itu tipe
orang santai tanpa masalah, pendiam di kelas” serentak mereka menjawab.
Lha bagaimana dengan si
Qorrotul Uyun?, kata beberapa temannya, perempuan yang satu ini berbanding
terbalik dengan Nor Qomariyah, si Uyun –panggilab akrab Qorrotul Uyun- ini adalah
tipe investigator, penyidik, dan “pengorek” permasalahan dan kegalauan
teman-teman yang lain untuk dicarikan solusinya bersama-sama, atau bahkan
sebaliknya, semakin memperunyam keadaan.
Beralih ke anggota yang
lain, ketika ditanya tentang karakter Siti Jamilah, Rita menjawab dengan
malu-malu berkomentar tentang Siti Jamilah yang lucu yang sesekali mampu
mencairkan suasana. Namun sebaliknya ketika di tanya tentang Siapa Rita, Siti
Jamilah menjawab sambil melirik dia dengan mengatakan “tidak tahu”, tapi dari
lirikannya sepertinya ada kata-kata yang tak terbahasakan dan tak mampu
diungkapkan oleh Siti Jamilah dalam mendeskripsikan sosok Rita.
Kelompok Adolescent Labiel |
Selain Rita dan Jamilah,
juga ada Hikmatul Jannah, Komariyah, dan Qolimah yang dikenal oleh
teman-temannya yang lain sebagai orang yang “dituakan”. Ada juga pribadi yang
penuh rahasia semisal Uswatun Hasanah yang tipe anaknya tertutup, dan itu
lumrah karena memang haknya, curhat kepada orang lain atau lebih memilih diam
dan menyimpannya sendiri jika diterpa masalah. Sedangkan untuk Rohmatul M, dengan
tipe dan gaya “banyak bicara”-nya, suasana hening kadang berubah menjadi kepala
temannya yang lain pening, karakternya berbanding terbalik dengan Sri Agustini
yang full silent tapi murah senyum. Ketika ditanya tentang manfaat yang
didapat setelah bergabung dengan kelompok ini, Tinin –panggilan akrabnya-
bilang merasa senang dan bahagia.
Ketika ditanya tentang
eksistensi Labiel kaitannya dengan organisasi yang berada di bawah naungan
sekolah (Pramuka, OSIS, dan PIK-R), apakah kelompok Labiel lahir karena “kekecewaan
dan ketidakpuasan” mereka terhadap organisasi di sekolah?. Mantan ketua PIK-R, Qolimatul
Sa’diyah dengan tegas menjawab bahwa Labiel lahir bukan karena suatu
ketidakpuasan apalagi kekecewaan. “Labiel murni lahir atas inisiatif kami
sendiri, atas dasar kesamaan visi misi, bahkan Labiel bisa dikatakan merupakan
wadah untuk melanjutkan tradisi kami yang pernah dilakukan di Organisasi
sekolah, yaitu tradisi kekompakan, gotong royong, dan kebersamaan saat masih di
OSIS maupun PIK-R”. Imbuh Aisyah yang notabene juga Eks. Pengurus PIK-R.
Sebagai penutup, ketika
diajukan pertanyaan tentang perayaan ulang tahun (Ultah) salah satu temannya (Husnul
Khotimah) tempo hari yang tidak dirayakan ala anak-anak muda pada umumnya, kelompok
ini sepertinya tidak begitu mengkultuskan yang namanya tradisi perayaan ultah, apalagi
dengan ritual menyiramkan air, telur, tepung, dan lain sebagainya, karena menurut
Aisyah, perayaan ulang tahun menunjukkan semakin berkurangnya umur sesorang. “Berarti
semakin tualah kita dan semakin dekatlah kita dengan yang namanya kematian”
imbuhnya. (awr).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar